Fungsi Ekonomi Keluarga dalam Meningkatkan Pendidikan Anak

Jumat, 14 Oktober 2011

Pembangunan merupakan bahagian yang tidak dapat dipisahkan dari komitmen politik untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Amanah konstitusi tersebut kemudian dioperasionalkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya (GBHN, 1998). Bahkan pembangunan didefinisikan oleh Galtung (1978) sebagai “Pembangunan manusia”, yaitu sebagai “development of people in society” Dari amanah konstitusi dan Garis-Garis Besar Haluan Negara di atas, dan menghadapi dunia yang makin kompetitif akibat perlombaan negara-negara dalam mengejar ketertinggalan dan meraih sukses dan kemakmuran rakyatnya menuntut kita untuk senantiasa meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, sebab hanya dengan itu kita dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Pengalaman dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia selama 32 tahun yang diperintah oleh rezim Orde Baru menujukkan bahwa pembangunan yang terlalu menekankan paradigma pembangunan ekonomi (material) belum mampu membawa bangsa ini pada taraf yang membahagiakan.
Bahkan sebelumnya sebagai bahan perbandingan  tahun 50-an sampai 60-an muncul pemikiran bahwa sumber daya manusia bukanlah menjadi penyebab  ketertinggalan negara-negara berkembang akan tetapi disebabkan  oleh kelangkaan modal, sehingga jalan keluar yang terbaik untuk mengangkat harkat dan martabat negara-negara dunia ketiga adalah memberi suntikan dana berupa pinjaman dari negara-negara dan donatur internasional.
Asumsi-asumsi di atas setelah dilaksanakan dibanyak negara berkembang selama satu sampai dua dasawarsa, ternyata banyak meleset. Suntikan dana  dari negara-negara kaya dan donatur internasional tidak menyelesaikan masalah, malahan justru menimbulkan kerawanan-kerawanan pada sektor-sektor pembangunan tertentu, termasuk kelangkaan kerja bagi penduduk miskin yang tanpa pendidikan dan keterampilan.
Oleh sebab itu dalam melaksanakan pembangunan di bidang fisik meterial, pembangunan di bidang mental spritual yang erat kaitannya dengan upaya pembangunan kualitas sumber daya manusia hendaklah menjadi prioritas sejalan dengan aspek-aspek yang lain. Sumber daya manusia yang berkualitas dalam pengertian ini adalah berilmu pengetahuan, menguasai teknologi, memiliki keterampilan dan sehat jasmani dan rohaniah serta bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tahir Kasnawi (1996), mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan pada hakikatnya adalah pembangunan yang dilaksanakan atas dasar keserasian antara kualitas sumber daya manusia dengan sumber daya alam. Pembangunan seperti ini memberikan manfaat kesejahteraan yang sebesar-besarnya pada masyarakat sekarang dan kesejahteraan pada generasi yang akan datang.
Anak adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keluarga, sebab ia merupakan manipestasi dari suatu kainginan atau cita-cita yang luhur antara suami istri dan keluarga lainnya. Anak adalah dambaan karena ia mempunyai nilai yang tinggi sebagai pelanjut keturunan, sebagai perekat cinta kasih, sebagai sumber rezeki, sebagai teman, sebagai penolong dan sebagai asuransi di hari tua (Lein, 1989). Dalam pandangan Islam, anak dipandang sebagai amanat. Pandangan ini menurut Quth (1988) mengisaratkan adanya keterpaduan eksistensi anak dengan al-Khalik maupun dengan orang tuanya. Istilah amanat mengimplikasikan keharusan menghadapi dan memberlakukannya dengan sungguh-sungguh, hati-hati, teliti dan cermat. Anak harus dijaga dan dibimbing dan diarahkan selaras dengan apa yang diamanahkan.
Salah satu aspek penting dalam strategi pengembangan kualitas sumber daya manusia adalah peningkatan pendidikan. (Arismunandar). Dan sekolah  sebagai pendidikan formal yang merupakan bagian dari jalur pendidikan (GBHN, 1998).
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena keluarga adalah basis dari suatu masyarakat, dan bahwa keluarga adalah satuan sosial terkecil dalam masyarakat, maka keluarga bertanggung jawab atas ter-laksananya pembangunan nasional.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih populer dengan sebutan pengaruh globalisasi dan informasi membuat keluarga dalam mengemban tugasnya yang semakin berat. Secara sadar memang diakui bahwa pendidikan anak adalah suatu hal yang perlu dibenahi, namun hal ini tidaklah mudah. Banyak faktor yang menjadi kendala disatu sisi mereka harus menembus persaingan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan pada sisi yang lain mereka dihadapkan dengan kewajiban dalam membiayai pendidikan anak-anaknya.
Kondisi ekonomi keluarga adalah suatu hal yang sangat vital dalam menentukan pendidikan anak. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Alwin dan Thomton, 1984 (dalam Mahmud, 1989) bahwa murid-murid yang berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi tinggi menunjukkan prestasi belajar lebih tinggi dan dapat bersekolah lebih lama ketimbang murid-murid yang berasal dari keluarga dengan latarbelakang sosial ekonomi yang rendah.
Hal di atas sejalan dengan hasil penelitian Prestel, seorang peneliti Jerman telah membandingkan prestasi anak-anak dengan menghitung angka rata-rata rapor kelas pertama dari anak yang berasal dari keluarga yang status sosial ekonominya rendah, dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang status sosial ekonominya agak tinggi. Dari hasil penelitian ini didapatinya bahwa prestasi anak-anak dari keluarga yang rendah statusnya ekonominya pada akhir kelas pertama adalah lebih tinggi, namun keunggulan ini pada akhir kelas dua sudah bergeser dan golongan anak dari keluarga yang status sosial ekonominya cukup telah mengejar kemajuan yang memadai (Abu Ahmadi, 1990).
Dari uraian di atas semakin nampak bahwa semakin tinggi status sosial ekonomi keluarga semakin besar peluang dalam meningkatkan pendidikan anak, begitu pula sebaliknya.
Hasil pra-riset peneliti terhadap keluarga di Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja ternyata banyak didapati anak-anak yang tidak dapat  melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi bahkan Sekolah Menengah Umum sekalipun dengan satu alasan biaya pendidikan. Ditambah lagi dengan banyaknya mereka bersaudara sebagai tanggungan.  Sementara pendidikan yang tinggi hendaklah ditunjang oleh ekonomi yang cukup.
Dari hasil pengamatan tersebut, penulis berasumsi bahwa fungsi ekonomi keluarga dalam meningkatkan pendidikan anak belum terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari fenomena tersebut di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti fungsi ekonomi keluarga dalam meningkatkan pendidikan anak di Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja. Apalagi jika dikaitkan dengan perkembangan dunia dewasa ini yang semakin konpentitif menuntut adanya kearifan dari keluarga khususnya orang tua selaku kepala keluarga agar anak-anak nantinya tidak kaku dalam memasuki lingkungannya yang serba kompleks.

Selengkapnya: download
Sumber: DATAstudi Information

2 komentar:

Anonim mengatakan...

thanks infonya

Unknown mengatakan...

mantap artikelnya,.....semoga bermamfaat

Posting Komentar